Senin, 02 Maret 2020


TERNYATA ... HANYA AKU YANG BAPER”

Siang ini pandangan kita saling bertemu untuk beberapa detik. Ku melihatnya dari dari dalam kantorku, sedangkan dia melintas di depan kantorku. Ku lihat dari jendela dia tersenyum lebar. Dan aku pikir senyuman itu dampak dari menatapku. Ya Tuhan, lagi-lagi aku terlalu baper.
“Hubungan lo sama Andra sudah sejauh mana, Vi?” Tanya Mbk Arini membangunkanku dari lamunan.
“Belum gimana-gimana mbk. Biasa aja.” Jawabku
“Namanya jodoh dan rezeki emang udah ada yang ngatur, Vi. Tapi apa salahnya kalo diusahain. Elo harus berusaha pepet dia , hahaha.” Kata Mbk Arini penuh semangat yang aku sambut dengan senyuman ringan.
***
Malam harinya, aku kepikiran dengan ucapan Mbk Arini. Gak ada salahnya juga kalau aku coba berusaha deketin Mas Andra. Selang beberapa menit kemudian, suara panggilan dari Handphone ku berbunyi. Disana tertulis nama Mas Andra. Ya, kami memang beberapa kali telfonan seperti ini.
“Halo, Assalamualaiku.” Kataku membuka salam ketika menjawab panggilan Mas Andra.
“Waalaikumsalam.” Jawab nya pelan.
“Gimana persiapan buat kegiatan besok, Vi?” Lanjutnya menanyakan tentang kegiatan LCC tingkat Gugus yang akan diadakan besok.
Ya, kami adalah seorang Sekolah Dasar. Tapi, aku dan dia mengajar di sekolah berbeda. Hari ini dia datang ke sekolahku untuk mempersiapkan acara perlombaan besok.
“Yaa...begitu lah mas. Tidak 100 persen. Besok tinggal Bismillah aja. Hahaha.” Jawabku yang disusul suara tawa dari kami berdua.
Obrolan kami lanjutkan dengan topik-topik seputar sekolah. Di pertengahan obrolan, sempat terpikir untuk berkata jujur tentang perasaanku ke Mas Andra. Namun, bibir ini belum berani mengungkapkannya. Aku pikir, mungkin lebih baik setelah acara selesai. Supaya besok ketika bertemu, kita tidak ada canggung.
***
Hari perlombaan pun tiba. Ku lihat Mas Andra tiba di sekolahku dengan tiga siswa beserta guru dari sekolah nya. Kita tak banyak mengobrol karena kita sibuk dengan tanggung jawab masing-masing. Kita hanya sempat melakukan sedikit percakapan seputar kegiatan hari ini. Oh Tuhan... Aku ingin sekali berfoto dengan nya hanya sekedar untuk kenang-kenangan. Tapi,  yaah...itu hanya inginku saja yang tak terwujud.
***
“Selamat ya, Lev. Mantap pokok nya.” Kata Mas Andra memberikan semangat atas keberhasilan anak didik ku yang mendapatkan juara 2.
“Makasih, Mas. Selamat juga, anak-anak mas juga hebat.” Balasku memberikan selamat untuk anak didik nya.
“Kalau gitu saya pamit duluan, mau ngantar anak-anak pulang dulu soalnya.” Pamit Mas Andra sambil mengulurkan tangan kananya kepadaku.
“Oke, Mas”. Jawabku sambil menjabat tangannya.
Masih teringat jelas saat kita bersalaman. Dia menatapku sambil tersenyum. Dan kami pun sempat bertatapan selama kurang lebih 3 detik. Ya... walaupun hanya 3 detik, tapi itu sangat berkesan buatku.
***
Oke. Malam ini aku akan mengungkapkan perasaanku. Karena aku pikir tidak baik jika aku terus terbawa perasaan tanpa kejelasan yang pasti seperti ini terus. Bisa saja hanya aku yang salah paham dengan perhatiannya.
Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menelfonnya.
“Assalamualaikum.” Salam Mas Andra ketika menjawab telfonku.
“Waalaikum salam. Lagi apa, Mas? Aku menjawab salam nya dan langsung memulai pembicaraan.
“Lagi beres-beres kamar ni.” Jawab Mas Andra.
“Emm... Mas, ada yang mau aku omongin nih.” Kataku ragu
“Apa vi? Kelihatannya kok serius.” Tanya Mas Andra penasaran.
“Maaf nih Mas, aku mau kepo. Hehehe. Mas ada pacar atau calon gitu? Aku mulai bertanya dengan ragu.
“Mas gak ada pacar atau calon.” Jawaban Mas Andra sedikit membuatku lega.
“Tapi kalau udah nemu yang cocok, Mas mau serius.” Lanjut nya
“Sekarang udah nemu yang cocok?” Tanyaku tanpa sabar.
 “Alhamdulillah sudah, Vi.” Ya Tuhan... Jawaban ini seketika membuat hatiku sakit.
Aku terdiam sejenak, aku takut tak bisa meneruskan kata-kataku karena sakit yang tiba-tiba menyerang dadaku.
“Ada apa, Vi? Kok tumben kepo banget?” Tanya Mas Andra yang menghentikan diamku.
“Jadi gini Mas. Aku mau jujur. Semenjak kita mulai kontek-kontekan, beberapa hari terakhir ini aku mulai memperhatikan keberadaan Mas. Padahal dulu aku nggak peduli sama Mas Andra. Aku juga merasa nyaman ketika sedang telfonan sama Mas. Padahal aku orangnya anti banget telfonan, kecuali penting. Aku juga pernah beberapa kali merasa deg-degan ketika bertemu Mas. Aku gak tau ini perasaan apa dan apakah sementara atau berkelanjutan. Maaf Mas. Aku harus jujur tentang perasaanku. Karena kalau di tahan terus malah jadi jerawat. Dan Maaf juga aku tadi udah kepo. Aku jadi tau kalo Mas sudah punya seseorang. Aku juga jadi tau harus gimana dan aku harus mengatur ulang perasaanku.” Aku mengungkapkan perasaanku dengan tetesan air mata dipipiku.
“Maaf ya, Vi. Mas kenal Elvi karena ingin menjalin hubungan rekan kerja yang baik. Maaf juga kalau sikap Mas kadang berlebihan sama Elvi.” Jawab Mas Andra meminta maaf.
“Oke Mas. Gak Papa. Aku nya aja yang kebaperan ternya. Hahaha”. Kataku sambil terus menahan tangis dan aku harus memaksa bibirku tersenyum.
“Elvi adalah orang yang luar biasa. InsyAllah akan mendapatkan yang terbaik.” Kata Mas Andra menghiburku.
“Aamiin”. Jawabku pelan
“Ya udah ya, Mas. Selamat beristirahat. Assalamualaikum.” Aku lalu mengakhiri panggilan ini.
***
Sedih? Pasti. Kecewa? Pasti. Tapi aku bisa apa?
Tapi, bukankah aku sudah menyadari  bahwa setiap kita mengobrol, hanya topik seputar pekerjaan yang kita bicarakan? Oh Tuhan... Betapa naifnya aku.
Ya... Setidaknya aku sudah mencoba mengungkapkan perasaanku.
Jika tidak, maka aku akan salah paham dan terbawa perasaan lebih dalam dan lebih lama. Tentu saja itu akan semakin menyakitiku.
Bukankah sebelumnya aku tidak memperhatikan keberadaan Mas Andra? Aku hanya perlu melakukan seperti itu lagi bukan? Seperti awal sebelum kita menjadi dekat. Tapi, apa itu mungkin? Karena sebuah perasaan yang sudah tumbuh akan sulit hilang, meskipun itu sekecil biji kacang.
21:52 - 01 Maret 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar